Cak SMA Negeri Bali Mandara tampil pada Parade Cak dalam Gelar Seni Akhir Pekan (GSAP) Bali Mandara Nawanatya, pada Bulan September ini. Setelah tahun lalu ikut berpartisipasi, kali ini cak SMA Negeri Bali Mandara tampil lebih menarik dan atraktif dengan menyuguhkan garapan seni yang indah di Panggung Terbuka Ardha Candra, Taman Budaya Bali, Sabtu (2/9) malam.
Tarian Kecak yang digarap oleh guru Seni Budaya SMAN Bali Mandara, Kadek Sefyan Artawan, ini kembali mengangkat cerita selain Ramayana yang seakan sudah menjadi pakem cerita dalam cak di Bali. Dengan memanfaatkan 200 penari, ia mengolah cerita lokal di Buleleng yang diambil dari sejarah Raja Buleleng Ki Barak Panji Sakti yang berjudul ”Amejah Timiraning Nata: Wit I Gusti Panji Kaparinama”.Dikisahkan di wilayah Den Bukit tepatnya di Desa Gendis ada seorang yang sangat berkuasa bernama Ki Pungakan Gendis. Beliau sangat ditakuti oleh rakyak karena perilakunya yang semena-mena, sering menyiksa, dan hanya mencari kesenangan dengan berjudi mengadu ayam setiap hari. Jika bepergian, beliau menaiki kudanya yang besar dan gagah. Di kanan kirinya selalu berjalan beberapa orang pengawal. Beda sekali dengan kehidupan I Gusti Panji. Sebagai seorang pemuda berusia 12 tahun, ia selalu ingin tahu tentang segala hal. Berpetualang naik bukit, menjelajah ke hutan, melewati tegalan, sampai ke pantai merupakan kegiatan yang sering ia lakukan. Keris Ki Baru Semang pemberian ayahnya, I Gusti Ngurah Jelantik, selalu terselip di pinggangnya.
Suatu hari, I Gusti Panji sedang dalam perjalanan pulang dari berpetualang, karena merasa lapar beliau berhenti untuk mencari umbi ketela di tegal. Keris pusaka leluhur yang selalu dibawanya itu lalu dihunusnya dan ditancapkan di tanah untuk mencongkel umbi ketela. Ketika sedang mencongkel tanah, tiba-tiba I Gusti Panji mendengar suara seperti keluar dari dalam keris yang intinya berbunyi keris tersebut jangan dipakai untuk mencari umbi ketela, tetapi gunakanlah untuk tugas yang lebih besar. Disebutkan ada musuh bernama Ki Pungakan Gendis yang harus dibinasakan. Mendengar suara demikian, I Gusti Panji berhenti mencongkel umbi dan keris pusaka segera dimasukkan ke sarungnya.
Selanjutnya, Ki Pungakan Gendis sedang dalam perjalanan pulang sehabis berjudi mengadu ayam dan bersenang-senang. Kebetulan I Gusti Panji juga dalam perjalanan pulang dari berpetualang. Karena menjalankan perintah dari keris Ki Baru Semang, terjadilah pertempuran yang sangat sengit antara Ki Pungakan Gendis dengan I Gusti Panji. Akhirnya Ki Pungakan Gendis terbunuh di tangan I Gusti Panji dengan menggunakan keris Ki Baru Semang.